Peran MPR dalam Proses Penyusunan Undang-Undang Sebelum dan Sesudah Amandemen
Peran MPR dalam proses penyusunan undang-undang sebelum dan sesudah amandemen adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki peran yang besar dalam menentukan arah pembangunan negara, termasuk dalam proses pembentukan undang-undang.
Sebelum amandemen, MPR memiliki kewenangan untuk menetapkan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi dasar hukum bagi negara Indonesia. Sebagai lembaga tertinggi dalam sistem ketatanegaraan, MPR memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, MPR memiliki peran strategis dalam proses penyusunan undang-undang. Beliau menyatakan bahwa “MPR sebagai lembaga tertinggi negara memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara, termasuk dalam proses penyusunan undang-undang.”
Namun, setelah dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2002, peran MPR dalam proses penyusunan undang-undang mengalami perubahan. Saat ini, MPR lebih fokus pada fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang telah disahkan oleh DPR.
Menurut Dr. Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara, “Setelah amandemen, MPR lebih banyak berperan sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, bukan lagi sebagai lembaga yang secara langsung terlibat dalam penyusunan undang-undang.”
Meskipun demikian, peran MPR dalam proses penyusunan undang-undang tetaplah penting. MPR masih memiliki kewenangan untuk mengusulkan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 melalui proses amandemen, yang kemudian akan diatur lebih lanjut dalam UU.
Dengan demikian, peran MPR dalam proses penyusunan undang-undang sebelum dan sesudah amandemen tetaplah tidak bisa dianggap remeh. MPR tetap menjadi lembaga yang memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan negara dan menentukan arah pembangunan ke depan.