Perbandingan Peran MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
Sejak diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang peran yang sangat vital dalam sistem demokrasi Indonesia. Namun, seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi di negara ini, terdapat perubahan signifikan dalam peran MPR sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945.
Sebelum amandemen UUD 1945, MPR memiliki fungsi ganda sebagai lembaga legislatif dan konstituante. Sebagai lembaga legislatif, MPR memiliki wewenang untuk membuat undang-undang bersama dengan DPR. Sedangkan sebagai konstituante, MPR memiliki kewenangan untuk mengubah atau menambah pasal-pasal dalam UUD 1945. Namun, peran MPR sebagai lembaga konstituante ini telah dihapus setelah amandemen UUD 1945.
Menurut pakar konstitusi, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, amandemen UUD 1945 telah mengubah peran MPR menjadi lebih terfokus pada fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Beliau menyatakan bahwa “Setelah amandemen UUD 1945, MPR lebih berperan sebagai lembaga pengawas pemerintah, terutama dalam hal pembentukan kebijakan publik.”
Selain itu, peran MPR dalam pemilihan presiden juga mengalami perubahan setelah amandemen UUD 1945. Sebelum amandemen, MPR memiliki kewenangan untuk memilih presiden dan wakil presiden. Namun, setelah amandemen, pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Menurut Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, perubahan ini merupakan bentuk dari penguatan demokrasi di Indonesia. Beliau menyatakan bahwa “Dengan pemilihan presiden langsung, rakyat memiliki kontrol yang lebih besar terhadap pemimpin yang dipilihnya.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran MPR sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945 mengalami perubahan yang signifikan. Meskipun masih memegang peran penting dalam sistem demokrasi Indonesia, MPR kini lebih fokus pada fungsi pengawasan terhadap pemerintah dan pemilihan presiden langsung oleh rakyat.