Perbandingan Peran MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen Konstitusi
Perbandingan Peran MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen Konstitusi
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) telah mengalami perubahan signifikan sejak dilakukan amandemen konstitusi pada tahun 2002. Salah satu perubahan yang terjadi adalah peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga turut berubah seiring dengan perubahan konstitusi.
Sebelum amandemen konstitusi, MPR memiliki peran yang sangat dominan dalam kehidupan politik Indonesia. MPR adalah lembaga tertinggi negara yang memiliki kewenangan untuk mengubah atau menetapkan undang-undang dasar. Namun, sejak amandemen konstitusi dilakukan, peran MPR mengalami perubahan besar.
Menurut Ahmad Redi, seorang pakar konstitusi, peran MPR setelah amandemen konstitusi lebih fokus pada fungsi pengawasan terhadap pemerintah. “Sebelum amandemen, MPR lebih sebagai lembaga pembuat undang-undang, namun setelah amandemen, MPR lebih berperan sebagai pengawas jalannya pemerintahan,” ujarnya.
Perbandingan peran MPR sebelum dan sesudah amandemen konstitusi juga terlihat dari mekanisme pemilihan ketua MPR. Sebelum amandemen, ketua MPR dipilih langsung oleh anggota MPR. Namun, setelah amandemen, ketua MPR dipilih melalui pemilihan yang dilakukan oleh anggota DPR dan DPD.
Menurut Maria Wulandari, seorang aktivis politik, perubahan mekanisme pemilihan ketua MPR merupakan langkah positif untuk memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. “Dengan adanya pemilihan ketua MPR yang melibatkan DPR dan DPD, diharapkan akan terjadi kontrol yang lebih baik terhadap kebijakan pemerintah,” katanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran MPR sebelum dan sesudah amandemen konstitusi mengalami perubahan yang signifikan. Dari lembaga pembuat undang-undang, MPR kini lebih fokus pada fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.