Peran DPR pada Masa Orde Baru: Antara Kontrol Pemerintah dan Kemandirian Legislatif
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki peran yang sangat penting pada masa Orde Baru di Indonesia. DPR berada di tengah-tengah dilema antara kontrol pemerintah dan kemandirian legislatif. Sebagai lembaga yang mewakili suara rakyat, DPR seharusnya menjadi pengawas pemerintah namun pada kenyataannya seringkali terjadi ketergantungan pada kekuasaan eksekutif.
Menurut Profesor Azyumardi Azra, seorang ahli sejarah Indonesia, “Peran DPR pada masa Orde Baru sebagian besar terbatas pada fungsi pengesahan kebijakan pemerintah.” Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa DPR pada masa itu lebih cenderung menjadi alat kontrol pemerintah daripada lembaga yang independen.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada juga upaya dari anggota DPR pada masa Orde Baru untuk meningkatkan kemandirian legislatif. Menurut Catatan Sejarah DPR RI, pada tahun 1983 terjadi perubahan yang signifikan dalam peran DPR dengan diterbitkannya Ketetapan MPR No. III/MPR/1983 tentang Pembangunan Nasional yang memberikan wewenang kepada DPR untuk mengawasi pelaksanaan pembangunan.
Meskipun demikian, kontrol pemerintah masih menjadi faktor dominan dalam peran DPR pada masa Orde Baru. Menurut mantan Ketua DPR, Taufik Kiemas, “DPR pada masa Orde Baru sebagian besar hanya menjadi alat legitimasi kebijakan pemerintah tanpa banyak melakukan pengawasan secara kritis.”
Dalam konteks ini, kemandirian legislatif menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh DPR pada masa Orde Baru. Sebagai lembaga representatif rakyat, DPR seharusnya mampu bersikap independen dan mengedepankan kepentingan rakyat di atas segalanya.
Dengan demikian, peran DPR pada masa Orde Baru memang terasa ambigu antara kontrol pemerintah dan kemandirian legislatif. Namun, melalui pengkajian yang mendalam dan analisis yang objektif, kita dapat memahami dinamika hubungan antara DPR dan pemerintah pada masa tersebut.