MPR sebagai Pilar Utama Perubahan Konstitusi
Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Jakarta tengah ramai membahas peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pilar utama perubahan konstitusi. Diskusi ini muncul setelah adanya wacana untuk merevisi UUD 1945 guna mengakomodasi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Dalam diskusi tersebut, salah seorang mahasiswa mengatakan, “MPR sebagai lembaga tertinggi negara memiliki peran yang sangat penting dalam merumuskan perubahan konstitusi. Sebagai representasi dari suara rakyat, MPR harus mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam perubahan yang dibutuhkan.”
Menurut Bambang Soesatyo, Ketua MPR periode 2019-2024, “MPR memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 melalui proses amandemen. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi yang mengatur tentang kewenangan MPR dalam merumuskan dan mengubah UUD.”
Sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, MPR memiliki wewenang untuk mengubah atau menambah ketentuan-ketentuan dalam UUD. Proses amandemen UUD sendiri harus melalui tahapan yang cukup panjang, mulai dari inisiatif, pembahasan, hingga pengesahan oleh MPR.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum tata negara, “MPR harus mampu menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam proses amandemen konstitusi. Hal ini penting agar tidak terjadi krisis konstitusi yang dapat mengganggu stabilitas negara.”
Diskusi mengenai peran MPR sebagai pilar utama perubahan konstitusi ini diharapkan dapat memperkuat landasan hukum negara dan menjaga keberlangsungan sistem demokrasi di Indonesia. Mahasiswa PTN Jakarta berharap agar proses amandemen konstitusi dapat dilakukan secara transparan dan partisipatif sesuai dengan prinsip demokrasi.