DPR dan Kekuasaan Eksekutif di Era Orde Baru: Dinamika dan Konflik
DPR dan Kekuasaan Eksekutif di Era Orde Baru: Dinamika dan Konflik
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kekuasaan eksekutif adalah dua entitas yang selalu saling berinteraksi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Di era Orde Baru, dinamika antara DPR dan kekuasaan eksekutif seringkali menimbulkan konflik yang kompleks.
Sejak masa pemerintahan Soeharto, DPR dianggap sebagai lembaga yang cenderung tunduk pada kekuasaan eksekutif. Hal ini dapat dilihat dari dominasi partai politik yang mendukung pemerintah dalam DPR sehingga keputusan-keputusan yang diambil cenderung mengikuti kehendak pemerintah.
Menurut pakar politik, Prof. Azyumardi Azra, “Dalam era Orde Baru, DPR merupakan alat legitimasi kekuasaan eksekutif. DPR tidak memiliki otonomi dan independensi dalam mengambil keputusan yang bersifat kritis terhadap kebijakan pemerintah.”
Namun, tidak selamanya DPR hanya berperan sebagai alat legitimasi kekuasaan eksekutif. Ada juga momen-momen di mana DPR memperlihatkan sikap yang kritis terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu contohnya adalah ketika DPR menolak pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diusulkan oleh pemerintah.
Menurut peneliti politik, Dr. Zainal Abidin, “Konflik antara DPR dan kekuasaan eksekutif di era Orde Baru seringkali disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kepentingan politik DPR dan kebijakan pemerintah. DPR sebagai wakil rakyat memiliki tugas untuk mengawasi dan mengontrol kekuasaan eksekutif agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya.”
Dalam konteks kekuasaan eksekutif di era Orde Baru, Presiden Soeharto memiliki peran yang sangat dominan. Kekuasaan eksekutif yang terpusat pada presiden membuat DPR memiliki keterbatasan dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, dinamika antara DPR dan kekuasaan eksekutif mengalami perubahan yang signifikan. Pada era reformasi, DPR mulai menunjukkan independensi dan keberanian dalam mengkritik kebijakan pemerintah.
DPR dan kekuasaan eksekutif di era Orde Baru memang penuh dengan dinamika dan konflik. Namun, hal ini juga menjadi bagian dari proses demokratisasi di Indonesia yang terus berkembang hingga saat ini.